Neraca2050
Home | Ekonomi | Becoming a Member | Contact Us | Calendar of Events | Members Page | Newsletter | Links | New Page Title

Add your logo here

Selamat datang ! Welcome to our web site!

Neraca telah diletakan.....dan siapa yang dapat keluar dari keseimbangan itu. Bahkan alampun bicara ketika keadilan tidak ditegakkan. Lantas apa hubungannya semua itu maka ilmu manusia itu cuma seujung jari.

Berbagai lembaga, komunitas, maupun perseorangan yang mempunyai perhatian terhadap perkembangan kehidupan bangsa patut dihargai semoga segera didapat solusi yang tepat. Lihat Ekonomi untuk berbagai informasi.

Graphic of globe; Size=180 pixels wide

Dana Talangan, Dana Simalakama bagi Bush dan AS
Senin, 29 September 2008 | 20:49 WIB

WASHINGTON, SENIN - Presiden AS George W. Bush menekankan dana talangan senilai 700 miliar dollar AS yang diajukan oleh pemerintahnya diperlukan untuk mencegah penyebaran krisis di sistem keuangan AS ke seluruh sendi perekonomian. "Setiap anggota Kongres dan warga AS harus mengingat bahwa dukungan suara bagi paket ini akan mencegah kerusakan ekonomi baik bagi kalian dan komunitas kalian," tegas Bush dalam keterangannya di Washington menjelang diadakannya voting terhadap paket tersebut di kalangan Dewan Perwakilan Rakyat AS.

"Dengan legislasi yang solid dan menentukan untuk meloloskan paket dana talangan itu, kita akan membantu melancarkan kembali arus kredit agar keluarga AS dapat memenuhi kebutuhan mereka dan transaksi bisnis dapat kembali berjalan normal," tambah Bush. Paket dana talangan yang dinilai tidak populer tersebut telah memancing amarah di kalangan publik luas mengingat paket tersebut menggunakan uang pembayaran pajak masyarakat untuk menalangi kredit bermasalah yang ditanggung oleh bursa keuangan AS.

Tak heran apabila ribuan telpon, surat elektronik, atau surat berisi caci maki publik terhadap keputusan parlemen AS di paket dana talangan itu membanjiri kantor Kongres di Washington. Senator Demokrat Chris Dodd menerangkan kegagalan untuk bertindak akan mengakibatkan penyebaran masalah kredit macet. "Ini bukan hanya masalah menyangkut Wall Street," kata ketua Komite Perbankan Kongres AS itu.


JIM
Sumber : AP

Awas, Babak Kedua Krisis Global!
Getty Images
Akhir 2009: Perekonomian Dunia Mulai Membaik /KompasTV
Artikel Terkait:

* Mandala Tetap Optimistis
* Enam Jurus BNI Hadapi Krisis Global
* Di Seluruh Dunia Bunga Turun, Kecuali Indonesia
* BUMN Respons Positif 10 Perintah Hadapi Krisis
* Sepuluh Perintah untuk Menghadapi Krisis Finansial

Jumat, 31 Oktober 2008 | 07:26 WIB
Ekonomi global sudah akan pulih 2009? Jangan terlalu yakin dulu! Sejumlah ekonom dunia, termasuk peraih Hadiah Nobel Ekonomi Paul Krugman yang awalnya optimistis ekonomi Amerika Serikat tak akan sampai mengalami resesi pun, tak menutup kemungkinan kondisi masih akan memburuk.

Hal ini terutama dikaitkan dengan perkembangan terakhir di negara berkembang, di mana dampak krisis global telah menyeret perekonomian dalam krisis nilai tukar yang berpotensi berkembang menjadi krisis mata uang terbesar yang pernah ada (istilah Krugman the mother of all currency crisis).

Di Eropa Timur, dampak krisis global mengakibatkan resesi di sejumlah negara. Rontoknya nilai tukar akibat penarikan dana oleh investor, yang dibarengi dengan anjloknya penerimaan ekspor dan tingginya inflasi, memunculkan risiko kebangkrutan seluruh ekonomi Eropa Timur.

Sejauh ini, sudah enam negara di Eropa Timur yang meminta uluran tangan Dana Moneter Internasional, yakni Hongaria, Eslandia, Rusia, Ukraina, Turki, dan Belarus. Nasib sama dialami emerging market di Amerika Latin, dengan Argentina berpotensi terpuruk dalam krisis utang lagi. Di Asia, baru Pakistan yang mengajukan permintaan dana darurat dari IMF.

Krugman dan analis valas di Morgan Stanley, Stephen Jen, mencemaskan akan terjadinya kejatuhan tajam (hard landing) nilai aset-aset dan perekonomian emerging markets dan ini berpotensi menjadi pemicu (episentrum) krisis global baru (setelah krisis finansial AS) dalam beberapa bulan mendatang. Dampak krisis ini juga akan sangat memukul negara maju dan perekonomian global.

”Ini ibarat pemerintah bertempur dalam peperangan yang tak mungkin mereka menangi. Pengambil kebijakan di kawasan (Eropa Timur) dihadapkan pada situasi seperti Asia tahun 1997 dan Nordik tahun 1997, usaha gagah berani, tetapi hampir tak ada efeknya,” ujar spesialis emerging market Danske Bank, Lars Christensen, mengenai langkah yang ditempuh pemerintah untuk menyelamatkan rupiah, perbankan, dan ekonomi.

PHK massal

Di AS sendiri, dampak krisis mulai menyebar ke seluruh penjuru ekonomi. Pemutusan hubungan kerja (PHK) massal mulai terjadi, baik di perusahaan swasta maupun pemerintah.

Seperti sudah diantisipasi, AS sekarang ini memasuki resesi terburuk sejak Depresi Besar tahun 1930. Ekonom JP Morgan Chase memperkirakan produk domestik bruto (PDB) AS hanya akan tumbuh 0,5 persen pada triwulan ketiga tahun ini dan mengalami penurunan 4 persen pada triwulan terakhir 2008 (penurunan tertajam sejak resesi 1981-1982).

Angka pengangguran diprediksi sebesar 8-8,5 persen pada akhir tahun. Lima sektor dengan angka PHK terbesar adalah sektor finansial, otomotif, pemerintahan/organisasi nirlaba, transportasi, dan ritel. Separuh lebih industri peleburan baja sudah tutup karena anjloknya permintaan. Belanja konsumen juga terus terpuruk.

Pemulihan ekonomi AS dan negara maju lain diperkirakan belum akan terjadi dalam waktu dekat. Kendati Fed (diikuti bank-bank sentral negara lain) kemarin kembali menurunkan suku bunga antarbank ke titik terendah sejak krisis dot.com tahun 2003 (1 persen), perbankan masih enggan menyalurkan kredit ke sektor riil dan masyarakat.

Ekonomi AS saat ini, menurut ekonom terkemuka Joseph Stiglitz, dihadapkan pada krisis likuiditas, krisis solvensi, dan problem makroekonomi sekaligus. Kemerosotan ekonomi sekarang ini ibaratnya baru fase pertama penurunan ekonomi secara tajam (downward spiral) yang harus dilalui AS dalam proses penyesuaian yang tak terelakkan sampai harga rumah kembali ke level ekuilibrium dan utang eksesif yang menopang ekonomi AS selama ini teratasi.

Rekapitalisasi perbankan yang akan ditempuh pemerintah sekarang ini juga baru satu tahap dari lima tahap yang harus ditempuh untuk keluar dari krisis finansial. Langkah lainnya, meredam gelombang kebangkrutan dan penyitaan rumah. Selain itu, kebijakan stimulus untuk menggerakkan ekonomi termasuk dengan meningkatkan tunjangan pengangguran serta investasi di infrastruktur dan teknologi.

Langkah lainnya adalah memulihkan kepercayaan pasar melalui perbaikan regulasi pasar finansial serta membentuk badan multilateral yang efektif untuk mengawasi jalannya sistem finansial global.

Sejauh ini, langkah stimulus yang ditempuh pemerintah baru menyangkut sektor industri. Pemerintahan Bush mengungkapkan, kemungkinan memperluas jangkauan bail out ke sektor asuransi, dengan nilai total dana talangan lebih dari 2 triliun dollar AS. Namun, tak sekali pun mereka menyebut kemungkinan dikeluarkannya paket penyelamatan bagi jutaan warga yang terancam kehilangan pekerjaan, rumah, dan tabungan. Artinya, masih banyak yang harus dilakukan sebelum ekonomi AS benar-benar pulih.

Bagi perekonomian global dan negara berkembang, ini tentu kabar buruk sekaligus pesan untuk menjaga stamina menghadapi kemungkinan resesi berkepanjangan. Sebelumnya, IMF memprediksikan akan terjadi perlambatan ekonomi global beberapa triwulan ke depan. Pemulihan ekonomi baru akan terjadi tahun 2010 dengan pertumbuhan ekonomi global menciut dari 5 persen (2007) menjadi 3,9 persen tahun 2008 dan 3 persen tahun 2009. Di AS sendiri, ekonomi diperkirakan hanya tumbuh 0,1 persen tahun 2009.

Sri Hartati Samhadi
Sumber : Kompas Cetak

Kehancuran Ekonomi Bisa Dahsyat
Jumat, 3 Oktober 2008 | 09:53 WIB

WASHINGTON, KAMIS - Dunia kini sedang mengarahkan perhatian pada paket dana talangan, yang akan melepas korporasi raksasa Amerika Serikat dari belenggu utang. Jika paket itu gagal lagi, taruhannya adalah kehancuran ekonomi AS yang sangat dahsyat.

Menurut Warren Buffett, investor kawakan AS, akan terjadi ekonomi ”Pearl Harbour” merujuk kehancuran AS akibat serangan Jepang. ”Kita tentu tidak ingin itu terjadi,” kata Buffett.

Jaringan televisi AS, ABC, bertanya kepada peraih Hadiah Nobel Ekonomi 2001, Joseph E Stiglitz, ”Apa yang akan terjadi jika dana talangan itu gagal?”

”Itu akan menjadi faktor yang cukup untuk membuat sektor keuangan meledak. Saya tidak khawatir dengan kerugian Wall Street (para investor dan korporasi). Hal yang sangat saya khawatirkan akan terjadi keadaan di mana lembaga keuangan berhenti meminjamkan dana ke sektor riil (perusahaan). Jika ini terjadi, akan ada pengurangan produksi dan pekerja. Resesi atau keadaan lebih buruk dari resesi kemungkinan akan terjadi,” kata Stiglitz, yang sejak tahun 2003 sudah memperingatkan bahwa posisi keuangan korporasi AS sudah ”berbahaya” karena penyaluran dana yang terlalu besar ke sektor perumahan di AS.

Setelah paket dana talangan itu ditolak DPR AS pada hari Senin (29/9) lalu, indeks Dow Jones Industrial Average (DJIA, New York) langsung anjlok 778 poin, penurunan terbesar sepanjang sejarah AS dalam sehari saja. Kejatuhan besar-besaran juga diikuti bursa global.

Paket dana talangan bertujuan memberi korporasi keuangan raksasa AS, aliran dana baru. Konsekuensinya, perusahaan itu untuk sementara menjadi milik Pemerintah AS. Dana talangan ini diberikan agar korporasi AS bisa mengembalikan pinjaman-pinjaman yang didapat dari lembaga keuangan di seantero dunia, seperti Eropa, Jepang, China, dan negara-negara kaya lainnya.

Masalahnya, korporasi AS yang menerima pinjaman global itu telah menanamkan dana di sektor perumahan, yang kini tak laku. Keadaan di AS mirip dengan kebangkrutan di Asia, dekade 1990-an, di mana lembaga keuangan mengucurkan pinjaman luar negeri ke sektor properti yang dibangun begitu banyaknya, tetapi daya serap pasar rendah sehingga tak laku jual.

Di samping aksi jorjoran ke sektor properti, praktik penipuan keuangan di kalangan eksekutif AS juga marak, sebagaimana diutarakan Avery Goodman, ahli pasar uang AS. Goodman mengatakan pada periode 2001-2007, para eksekutif terbuai oleh iming- iming bonus besar jika berhasil menyalurkan pinjaman besar-besaran ke sektor properti.

Dari kesuksesan penyaluran pinjaman, lepas dari potensi pinjaman tak bisa dikembalikan, para eksekutif mendapat bonus.

Masalah muncul. Pemberian bonus tidak didasarkan pada kinerja keuangan perusahaan. Misalnya, kata Goodman, walau secara finansial Lehman Brothers sudah mulai bangkrut sejak tahun 2003, pada tahun 2007 eksekutif Lehman Brother, Richard Fluid, menerima bonus dua juta dollar AS. Para eksekutif korporasi AS tak menaruh perhatian pada posisi keuangan, tetapi membiarkan perusahaan terjerat utang.

Eropa mengecam

Hal ini membuat dunia menjadi taruhan. Seandainya utang- utang ini tidak dibayarkan, rangkaian kerja dari sistem keuangan dunia akan terhenti. Jika kewajiban-kewajiban AS ini seret, efek domino akan merembes ke berbagai bank. Contoh terbaru adalah Fortis, lembaga keuangan Belanda-Belgia, yang sudah kehilangan likuiditas dan terpaksa diselamatkan karena ditinggal para nasabahnya.

Jika efek domino yang dialami Fortis meluas, lembaga keuangan besar dunia lainnya juga akan terimbas. Efek domino itu, antara lain, bisa berupa penarikan simpanan dari bank yang dianggap ”bahaya”, seperti yang menimpa Bank East Asia, Hongkong.

Sadar akan rangkaian bahaya ini, para pemimpin dunia, termasuk Eropa, mengecam AS. ”Saya kira AS harus bertanggung jawab terhadap dunia dan juga kepada mereka sendiri,” kata Perdana Menteri Inggris.

Begitu besarnya masalah ini sehingga Paus Benediktus XVI juga menyarankan agar korporasi finansial menghentikan aksi ambil untung besar tanpa mengindahkan risiko.

Presiden Susilo Bambang Yudhoyono juga menyerukan kepada AS dan negara-negara maju mengambil tanggung jawab menstabilkan sektor keuangan.

Ketua DPR AS Nancy Pelosi mengatakan, Kongres akan mencoba meloloskan paket dana talangan itu, Jumat pagi.

Steny Hoyer, pemimpin kubu Demokrat di DPR AS, juga mengatakan ada kesempatan baik bahwa dana talangan itu akan diloloskan.

Pekan lalu Senat AS juga sudah meloloskan paket itu, tetapi ditolak di tingkat DPR AS. Pada hari Rabu, Senat AS sudah meloloskan paket itu, tetapi masih harus menunggu persetujuan DPR AS.

Presiden AS George W Bush dan Menkeu AS Henry Paulson berkali-kali menegaskan betapa pentingnya paket itu karena taruhannya adalah keadaan ekonomi, yang memperlihatkan gejolak penurunan. (REUTERS/AP/AFP/MON/HAR)



Sumber : Kompas Cetak
Please get in touch to offer comments and join our mailing list.

Mendengar - Melihat - Membuka Hati