WASHINGTON, KAMIS - Dunia kini sedang mengarahkan perhatian pada paket dana talangan, yang akan melepas
korporasi raksasa Amerika Serikat dari belenggu utang. Jika paket itu gagal lagi, taruhannya adalah kehancuran ekonomi AS
yang sangat dahsyat.
Menurut Warren Buffett, investor kawakan AS, akan terjadi ekonomi ”Pearl Harbour” merujuk kehancuran AS akibat
serangan Jepang. ”Kita tentu tidak ingin itu terjadi,” kata Buffett.
Jaringan televisi AS, ABC, bertanya kepada peraih Hadiah Nobel Ekonomi 2001, Joseph E Stiglitz, ”Apa yang akan terjadi
jika dana talangan itu gagal?”
”Itu akan menjadi faktor yang cukup untuk membuat sektor keuangan meledak. Saya tidak khawatir dengan kerugian Wall
Street (para investor dan korporasi). Hal yang sangat saya khawatirkan akan terjadi keadaan di mana lembaga keuangan berhenti
meminjamkan dana ke sektor riil (perusahaan). Jika ini terjadi, akan ada pengurangan produksi dan pekerja. Resesi atau keadaan
lebih buruk dari resesi kemungkinan akan terjadi,” kata Stiglitz, yang sejak tahun 2003 sudah memperingatkan bahwa posisi
keuangan korporasi AS sudah ”berbahaya” karena penyaluran dana yang terlalu besar ke sektor perumahan di AS.
Setelah paket dana talangan itu ditolak DPR AS pada hari Senin (29/9) lalu, indeks Dow Jones Industrial Average (DJIA,
New York) langsung anjlok 778 poin, penurunan terbesar sepanjang sejarah AS dalam sehari saja. Kejatuhan besar-besaran juga
diikuti bursa global.
Paket dana talangan bertujuan memberi korporasi keuangan raksasa AS, aliran dana baru. Konsekuensinya, perusahaan itu untuk
sementara menjadi milik Pemerintah AS. Dana talangan ini diberikan agar korporasi AS bisa mengembalikan pinjaman-pinjaman
yang didapat dari lembaga keuangan di seantero dunia, seperti Eropa, Jepang, China, dan negara-negara kaya lainnya.
Masalahnya, korporasi AS yang menerima pinjaman global itu telah menanamkan dana di sektor perumahan, yang kini tak laku.
Keadaan di AS mirip dengan kebangkrutan di Asia, dekade 1990-an, di mana lembaga keuangan mengucurkan pinjaman luar negeri
ke sektor properti yang dibangun begitu banyaknya, tetapi daya serap pasar rendah sehingga tak laku jual.
Di samping aksi jorjoran ke sektor properti, praktik penipuan keuangan di kalangan eksekutif AS juga marak, sebagaimana
diutarakan Avery Goodman, ahli pasar uang AS. Goodman mengatakan pada periode 2001-2007, para eksekutif terbuai oleh iming-
iming bonus besar jika berhasil menyalurkan pinjaman besar-besaran ke sektor properti.
Dari kesuksesan penyaluran pinjaman, lepas dari potensi pinjaman tak bisa dikembalikan, para eksekutif mendapat bonus.
Masalah muncul. Pemberian bonus tidak didasarkan pada kinerja keuangan perusahaan. Misalnya, kata Goodman, walau secara
finansial Lehman Brothers sudah mulai bangkrut sejak tahun 2003, pada tahun 2007 eksekutif Lehman Brother, Richard Fluid,
menerima bonus dua juta dollar AS. Para eksekutif korporasi AS tak menaruh perhatian pada posisi keuangan, tetapi membiarkan
perusahaan terjerat utang.
Eropa mengecam
Hal ini membuat dunia menjadi taruhan. Seandainya utang- utang ini tidak dibayarkan, rangkaian kerja dari sistem keuangan
dunia akan terhenti. Jika kewajiban-kewajiban AS ini seret, efek domino akan merembes ke berbagai bank. Contoh terbaru adalah
Fortis, lembaga keuangan Belanda-Belgia, yang sudah kehilangan likuiditas dan terpaksa diselamatkan karena ditinggal para
nasabahnya.
Jika efek domino yang dialami Fortis meluas, lembaga keuangan besar dunia lainnya juga akan terimbas. Efek domino itu,
antara lain, bisa berupa penarikan simpanan dari bank yang dianggap ”bahaya”, seperti yang menimpa Bank East Asia,
Hongkong.
Sadar akan rangkaian bahaya ini, para pemimpin dunia, termasuk Eropa, mengecam AS. ”Saya kira AS harus bertanggung
jawab terhadap dunia dan juga kepada mereka sendiri,” kata Perdana Menteri Inggris.
Begitu besarnya masalah ini sehingga Paus Benediktus XVI juga menyarankan agar korporasi finansial menghentikan aksi ambil
untung besar tanpa mengindahkan risiko.
Presiden Susilo Bambang Yudhoyono juga menyerukan kepada AS dan negara-negara maju mengambil tanggung jawab menstabilkan
sektor keuangan.
Ketua DPR AS Nancy Pelosi mengatakan, Kongres akan mencoba meloloskan paket dana talangan itu, Jumat pagi.
Steny Hoyer, pemimpin kubu Demokrat di DPR AS, juga mengatakan ada kesempatan baik bahwa dana talangan itu akan diloloskan.
Pekan lalu Senat AS juga sudah meloloskan paket itu, tetapi ditolak di tingkat DPR AS. Pada hari Rabu, Senat AS sudah meloloskan
paket itu, tetapi masih harus menunggu persetujuan DPR AS.
Presiden AS George W Bush dan Menkeu AS Henry Paulson berkali-kali menegaskan betapa pentingnya paket itu karena taruhannya
adalah keadaan ekonomi, yang memperlihatkan gejolak penurunan. (REUTERS/AP/AFP/MON/HAR)
Sumber : Kompas Cetak